Sejarah Mathlaun Najah


Mathla’un Najah adalah sebuah nama dari lembaga pendidikan Islam yang terletak di desa Bragung Kecamatan Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep. Nama ini sebetulnya empat tahun lebih muda dari lembaga tersebut.
Tahun 1980, K. Ahmad Baijuri mengumpulkan remaja desa yang tinggal di sekitar kediamannya untuk belajar bersama, kemudian tercipta suatu kelompok belajar yang diberi nama Tarbiyatul ‘Athilin (pendidikan bagi anak-anak yang menganggur). Pelajaran yang diberikan pada saat itu sangat mendasar, yaitu membaca, menulis dan pengetahuan agama. Sesuai dengan namanya, pendidikan ini bersifat alternatif bagi mereka yang tidak memiliki kegiatan, tentunya daripada menganggur. Sebagai pendiri dan kepala madrasah pertama, beliau menggunakan teras kediamannya yang masih beralaskan tanah sebagai tempat belajar.
Seiring dengan perjalanan waktu, ‘lembaga alternatif’ ini semakin menarik minat masyarakat untuk ikut serta di dalamnya. Murid yang ingin belajar semakin bertambah banyak, sementara kediaman beliau sudah tidak lagi mampu menampungnya. Untuk mengatasi hal ini, K. Ahmad Baijuri memohon izin kepada KH. Abd. Jami’ Yusuf, saudara mertuanya, untuk memanfaatkan bangunan masjid sebagai tempat belajar. Alhasil, KH. Abd. Jami’ Yusuf menyetujui usul tersebut, bahkan ikut serta menjadi tenaga pengajar.
Tahun 1984, bangunan madrasah secara resmi dibangun di atas tanah milik Ny. Juma’ (ibunda KH. Abd. Jami’ Yusuf), kemudian dilanjutkan dengan penertiban administrasi dan menyerahkan jabatan kepala madrasah berikutnya kepada KH. Abd. Jami’ Yusuf. Kemudian atas istikharah dari KH. Amir Ilyas (pengasuh PP. An Nuqayah) nama madrasah ini berubah menjadi Mathla’un Najah. Sementara itu, K. Ahmad Baijuri mulai merintis pondok pesantren dan tetap menjadi tenaga pengajar membantu KH. Abd. Jami’ Yusuf.
Di bawah kepemimpinan KH. Abd. Jami’ Yusuf, madrasah ini mengalami kemajuan pesat, dengan jumlah murid yang semakin hari semakin bertambah. Masyarakat pun memberikan penilaian bahwa madrasah ini sangat konsisten dengan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah dengan menjadikan moral sebagai kekuatan utama. KH. Abd. Jami’ Yusuf terkenal tegas dan tidak mau kompromi dengan tindakan-tindakan yang dapat merusak moralitas murid-muridnya. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar