MENEBAR RAHMAT DI BALIK JENDELA KELUARGA
Oleh:
NASHIRUDDIN AHMAD BAIJURI*
Belakangan ini, komposisi berita di berbagai media sering kali didominasi oleh berita kriminal, pelecehan seksual, tindak kekerasan dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya. Hal ini tentu bukan karena faktor sensasional media untuk menarik konsumen lebih banyak, melainkan kondisi sosial masyarakat – diakui atau tidak – memang mulai mengarah pada tindakan anarkis. Hari ini, berita seorang ayah membunuh anak kandungnya, seorang anak membakar hidup-hidup ibunya, bahkan pemerkosaan terhadap anggota keluarganya, bukanlah kejadian langka. Masyarakat bahkan tidak lagi terkejut ketika mendengarnya dan menganggap itu sebagai hal yang ‘biasa’.
Penyakit masyarakat yang sudah mulai menjamur ini tentu tidak muncul begitu saja. Pasti ada faktor yang menjadikan virus berbahaya ini menyebar dengan cepat dan memporakporandakan tatanan yang sudah baik. Ibarat teori kendaraan, ketika terjadi mogok, atau laju yang tidak stabil, tentu karena ada komponen yang tidak berfungsi maksimal. Untuk memperbaikinya, perlu kecermatan dan ketepatan dalam mendiagnosa sumber penyakit ini sehingga dapat segera diambil tindakan yang tepat pula. Komponen masyarakat yang paling berpengaruh terhadap hitam dan putihnya kondisi masyarakat secara umum adalah lingkungan keluarga.
Kalangan sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan arah dan kemajuan suatu bangsa. Mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika tatanan keluarga - yang merupakan fondasi masyarakat - lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Bagi setiap individu, keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Resolusi Majelis Umum PBB (dalam Megawangi, 2003), menyebutkan bahwa fungsi utama keluarga adalah ”sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga, sejahtera”.
Pakar pendidikan, William Bennett (dalam Megawangi, 2003), mengatakan bahwa keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Kapasitas orangtua selaku pemegang kendali dalam keluarga sangat diharapkan mampu memberikan corak yang jelas dalam pengembangan keperibadian masing-masing anggotanya. Dengan demikian, dalam keluargalah ditanamkan dasar-dasar keperibadian yang kuat sebelum mereka melangkah ke lingkungan sosial yang lebih luas. Terkait hal ini, Rasulullah menegaskan bahwa setiap anak (anggota keluarga) lahir dalam keadaan suci dan bebas dari segala bentuk kejahatan duniawi. Ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan corak yang diinginkan oleh orangtuanya.
Dalam lingkungan keluarga, perlu dibiasakan bersikap santun kepada siapa pun, bahkan pada pembantu. Cara bersikap, berbicara, dan semua perilaku yang didasarkan pada prinsip kesopanan akan memberikan warna yang baik terhadap anggota keluarga tersebut ketika berintraksi dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas. Sebaliknya, ketika seseorang terbiasa dengan kekerasan dan kata-kata kotor di lingkungan keluarganya, ia akan menjadi preman di lingkungan masyarakatnya. Corak keperibadian yang baik saat ini sudah mulai pudar dan perlu penyegaran kembali. Keluarga, adalah tempat yang paling tepat untuk mengemban tugas berat tapi terhormat ini.
Sayangnya dewasa ini banyak pihak yang mulai meragukan pentingnya peran keluarga. Banyak orangtua yang karena kesibukannya jarang mempunyai waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Mereka mempercaykan pendidikan dan pembinaan anak-anaknya pada institusi lain. Fungsi pendidikan, keagaman dan lain sebagainya, yang seharusnya merupakan tanggungjawab keluarga diambil alih sepenuhnya oleh instansi lain tersebut. Memang, keluarga memiliki banyak keterbatasan untuk menjalankan fungsi ini, tapi bagaimanapun, peran control harus tetap dilaksanakan.
Akhirnya, Jika Islam dikenal sebagai agama rahmatan lil ‘aalaimiin, maka keluarga mendapatkan kehormatan untuk berada di garda terdepan dalam merealisasikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar